Warga Non Pribumi Tidak Bisa Membeli Rumah di Jogja

sumber gambar : Pixabay


 Beberapa waktu lalu Jogja sempat dihebohkan dengan berita dilarangnya Warga Non Pribumi atau WNI keturunan untuk bisa membeli rumah dijual di Jogja dengan Sertifikat Hak Milik (SHM), kondisi ini tentunya memicu pro dan kontra dikalangan masyarakat.

Kekacauan ini bermula dari adanya  peraturan Nomor K.898/I/A/1975 tentang Pemberian Hak atas Tanah kepada WNI non Pribumi, peraturan tersebut dikeluarkan oleh Wakil Gubernur Jogja, Paku ALam VII pada tahun 1975. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa WNI non pribumi tidak bisa memiliki hak atas tanah yang mereka beli.

Karena peraturan tersebut, akhirnya membuat warga keturunan yang telah lama bermukim di Indonesia seperti Tionghoa, India, Arab dan lain-lain hanya bisa membeli rumah dengan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimana mereka diwajibkan memperpanjang masa berlaku sertifikat dan tidak bisa diwariskan.    

Pemprov Yogyakarta berkilah, aturan ini dikeluarkan untuk melindungi kepentingan rakyat kecil dari monopoli tanah kalangan atas. Dan kala itu pihak pemprov menganggap WNI keturunan identik dengan kalangan atas.

Jika ditelisik sejarahnya, dahulu sebelum adanya instruksi Wagub ini kebijakan yang dikeluarkan lebih parah lagi, yaitu tidak boleh ada pengalihan tanah milik WNI kepada orang keturunan. Sekarang boleh dialihkan dengan syarat sertifikatnya HGB, bahkan status HGB yang diberikan lebih luas artinya bisa dijadikan sebagai jaminan.

Menurut Nur Andi, Ketua Real Estate Indonesia (REI) Yogyakarta, peraturan mengenai larangan WNI non pribumi sulit membeli rumah dijual di Jogja harus diperbaiki, karena terkesan sangat diskriminatif serta dapat memperlambat bisnis properti di kota ini.   

Nur Andi mengatakan, saat ini bisnis properti di Jogja membutuhkan aturan yang dapat mendukung iklim yang positif bukan yang justru membuat pasar enggan untuk membeli rumah dijual di Jogja.

Nur Andi mengatakan, saat ini REI telah melakukan komunikasi khusus dengan pihak pemerintah Jogja agar bisa merubah aturan tersebut, namun sayangnya belum bisa mendapatkan jawaban yang positif.



“Sebagai organisasi pengembang, kami berharap agar aturan ini bisa diperbarui, sehingga dapat mendorong industri properti di Yogyakarta,” kata Nur Andi.   
Sebenarnya upaya untuk merubah aturan ini telah dilakukan oleh banyak pihak, contohnya seperti yang dilakukan oleh Gerakan Nasional Anti Diskriminasi yang telah mengirimkan surat kepada presiden Indonesia perihal polemik.  

Komnas HAM, tahun 2012 juga pernah meminta peraturan tersebut untuk segera dicabut, karena bertentangan dengan Hak Asasi Manusia, karena tidak semua warga non pribumi memiliki ekonomi yang kuat sehingga permasalahan monopoli tanah yang selama ini ditakutkan bisa diatasi.

Namun seperti, upaya tersebut kandas ditengah jalan, karena gubernur Yogyakarta masih tetap mempertahankan peraturan Nomor K.898/I/A/1975 dengan alasan keistimewaan. 

2 comments

  1. Salam kunjungan dan follow disini :)

    ReplyDelete
  2. Anonymous05:26

    Untungnya saya orang Jogja.

    ReplyDelete

Terima kasih sudah meninggalkan jejak komentar di www.tamasyaku.com. Fast response, silahkan email ke suryani19ep@gmail.com ya. Mohon maaf untuk moderasi komentarnya. Salam, Manda