Pesona Sikunir dan Desa Sembungan, Desa di Negeri Kayangan Dieng

Desa Sembungan (doc tamasyaku.com)


Dieng, Negeri kayangan di tanah Jawa yang menyimpan banyak cerita tradisi, peninggalan budaya dan pesona alam yang memesona siapapun yang menyempatkan berwisata ke sini. Melanjutkan cerita perjalanan Manda yang tidak habis diceritakan tentang Dieng, kini kita melipir ke sebuah desa di Dataran Tinggi Dieng yang menjadi desa tertinggi di Pulau Jawa.


Baca juga : Tradisi Ruwatan Anak Gimbal dan Hasil Bumi Dieng

Baca juga : Objek Wisata yang Terletak di Dataran Tinggi Dieng


Tak kalah dari semua cerita Manda di atas tentang Dataran Tinggi Dieng, sekarang kita menuju ke sebuah desa yang juga berada di sekitar Dieng. Desa itu mempunyai bernama Sembungan, Desa Tertinggi di Pulau Jawa.

 

 

Desa Sembungan dan kabutnya (doc tamasyaku.com)


Untuk bisa mencapai Desa Sembungan, dari kawasan wisata Dataran Tinggi Dieng, kita masih lurus terus mengikuti jalan yang cuma satu-satunya. Oh iya bagi yang belum tahu, kawasan Dieng itu sebenarnya hanya mengitari kompleks Candi Arjuna. Objek wisatanya berdekatan antara satu dengan yang lain. Menuju ke Desa Sembungan, kita sudah keluar dari area kawasan wisata Dieng. Sepanjang perjalanan menuju ke Sembungan, banyak terlihat pipa-pipa besar milik Geo Dipa. 

 

Dieng yang berlokasi di Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu lokasi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Geo Dipa Energi. Dengan kontur pegunungan, sumber air panas, solfatara, fumarole serta bebatuan mengindikasikan bahwa Dieng merupakan lokasi yang potensial untuk dikembangkan sebagai sumber energi panas bumi. Total potensi energi panas bumi di sekitar Dieng diperkirakan sebesar 400 MW. 

 

Kegiatan utama Geo Dipa melibatkan seluruh fase pada pembangkit listrik panas bumi – dari eksplorasi dan eksploitasi, untuk pembangunan pembangkit listrik dan distribusi energi. PT Geo Dipa Energi (Persero), memulai pembangunan fisik Pembngkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Small Scale Dieng berkapasitas 10 Mega Watt (MW), pembangkit listrik tersebut memanfaatkan energi uap panas bumi dari wilayah kerja Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah.



 

Setelah melewati pipa-pipa besar milik Geo Dipa, sampailah kita ke gerbang Desa Sembungan dan cerita perjalanan tak terlupakan dimulai dari sini. Kedua foto desa Sembungan yang berhasil dibidik lensa kamera Panda, saat kami mengunjungi Desa Sembungan.

Telaga Cebong


Salah satunya adalah penginapan yang tak terlupakan dan cocok sekali bagi pasangan yang sedang menikmati honeymoon. Dinginnya hawa Dieng dan hangatnya kentang khas Dieng, berpadu sempurna mewakilkan sebuah awal proses berumah tangga yang kadang hangat dan kadang dingin, bumbu rumah tangga yang membuat setiap pasangan menjadi sahabat sejati di dunia dan mengumpulkan amalan untuk membangun rumah di jannahNya.



Bertemu mas Dwi, penduduk lokal yang kala itu menjadi pembuka jalan bagi Manda dan Panda untuk dibuat jatuh cinta di Negeri Kayangan Dieng. Penginapan persis di tepi Telaga Cebong dengan pemandangan lurus ke Bukit Sikunir adalah penginapan terbaik dan berkesan di cerita kami berdua.

Teh hangat di samping Telaga Cebong


Untuk kesekian kali, kami merasakan keramahan penduduk setempat. Karena desa Sembungan terletak lumayan jauh dari pusat keramaian Dieng, dan kala itu sudah turun kabut dan belum makan malam. 

Tak mungkin mie instant kami makan lagi setelah sesorean kami makan mie instant untuk mengusir dingin. Dan pemilik penginapan menawarkan membelikan makan malam nasi rames dan nasi goreng untuk kami. 

Masya Alloh, sungguh kesadaran masyarakat di daerah wisata yang membuat pengunjung seperti saya merasa nyaman dan diperhatikan adalah kunci sukses berkembangnya pariwisata di daerah tersebut.



Menikmati udara dingin menggigil di samping Telaga Cebong



Siang sampai sore, Manda hanya kuplukan dan sembunyi di dalam bedcover. Justru dingin menggigil yang membuat rindu, tak berlebihan jika kami bernostalgia sejenak seperti berada di Eropa rasa Dieng. 

Peralatan yang Manda bawa hanya jaket, kaos kaki dan membawa bedcover. Ternyata jilbab tidak bisa menahan dinginnya kepala dan tangan juga tidak hilang-hilang dinginnya. Beruntung, penginapan menyediakan kupluk dan sarung tangan yang memang dijual untuk para pendaki pemula yang akan naik bukit Sikunir.


Baca juga : Pengalaman Pertama Mendaki Sikunir


Setelah makan malam, Manda sudah nggak bisa tidur, seperti kebiasaan Manda, kalau ada sesuatu yang dinanti pasti kebawa seneng dan membayangkan yang iya-iya sampai nggak bisa tidur sendiri. Berharap segera jam 3 pagi dan kita akan berpetualang. 

Yeaaayy! Panda sudah mengingatkan berkali0-kali untuk segera tidur di dinginnya Dieng yang saat saya menuliskan cerita ini kembali, bulu kuduk masih sempat merinding terbawa suasana betapa kala itu duingin sekali.

Pukul 1 dini hari, penginapan mendadak ramai, kupikir ada apa. Ternyata ada rombongan anak muda yang baru tiba dan hanya numpang untuk menunggu sampai bisa naik ke Sikunir untuk melihat Golden Sunrise. Wah makin nggak sabar menanti petualangan esok pagi!




Tersihir Sunrise di Puncak Sikunir

 

Selepas adzan subuh, kamipun bersiap untuk mendaki Bukit Sikunir. Jangan ditanya rasanya ya! Sangat excited! Rasanya seperti pendaki betulan yang akan menyongsong terbitnya sang mentari. Pertama kali mendaki rasanya WOW! 


Perlengkapan yang harus dipersiapkan jaket, sepatu, sarung tangan, baju rangkap, dan kethu (tutup kepala yang menutup telinga). Oh iya jangan lupa membawa air minum dan senter. Saat memulai perjalanan jangan lupa membaca bismillah bagi yang muslim ya, sepanjang jalan pun karena gelap juga perbanyak berdoa dan jangan sembrono.

 

Baca juga : Pertama Kali Melihat Sunrise di Sikunir

 

Lukisan Sang Maha Pencipta di LangitNya



Bersabar untuk menyaksikan mahakaryaNya



 

Masya Alloh, Allohu Akbar, tidak ada kata-kata yang bisa diucapkan saat Golden Sunrise di Bukit Sikunir kala itu menjadi saksi cinta abadi sepasang anak manusia yang sedang belajar pada kehidupan. Doa ikut terlantun kala itu, saat di ketinggian dan merasa mendapat energi positif yang besar dari sinar matahari pagi yang membuka hari seluruh alam semesta.


Baca juga : Tips Mendaki Puncak Sikunir Bagi Pemula

 



Tak lama setelah sang mentari mulai naik, panasnya seakan menghapus dingin yang sedari kemarin seakan tak mau melepaskan diri dari tubuh Manda. Baru kali ini pelukan Panda tidak bisa menghangatkan Manda, karena dipeluk Panda yang juga kedinginan justru akan membuat bergidik lagi dan dinginnya nempel, hahahahaha. 

Perjalanan menuruni bukit Sikunir lebih ringan dibandingkan saat mendakinya. Dan banyak spot yang bagus sekali untuk berfoto dengan latar pepohonan dan gunung yang ada di sekitarnya.



Sesampainya di bawah, penjual kentang pedes dan tempe kemul khas Dieng sudah siap menggoda indera penciuman kita untuk tidak bisa tidak harus mencicipi makanan khas Dieng yang membuat rindu ketika nanti mengingat kembali perjalanan ke Dieng. 

 


Banyak kali ke Dieng tidaklah cukup bagi saya dan Panda untuk menghentikan pilihan bertamasya ke Dieng. Setiap jalan dan kulinernya, masih membekas lekat di ingatan. Ingin kembali ke Dieng untuk mengobati rasa rindu, karena rindu harus dituntaskan. 

Masih ada PR untuk bisa menjelajahi Gunung Prau. Dari ketinggian, kami sering berkomunikasi dekat denganNya, melangitkan doa dari ketinggian, berharap lebih dekat dengan Sang Pencipta.


Tips Bertamasya Nyaman dan Menyenangkan Saat ke Dieng



  1. Rencanakan liburan ke Dieng.Ketahui peta wisata Dieng.
  2. Tentukan tujuan serta tempat menginap.
  3. Perhatikan untuk mem-booking tempat menginap saat Dieng Culture Festival.
  4. Bawa perlengkapan jaket, selimut, obat-obatan, dan tutup kepala untuk yang tidak tahan dingin. Manda sendiri membawa bedcover dan sprei sendiri kalau menginap di Dieng.
  5. Membawa bekal cemilan dan mie instant kemasan seduh.
  6. Membawa senter dan memakai sepatu jika ingin mendaki Sikunir untuk menikmati Golden Sunrise.
  7. Bersikap sopan dan menjadi pengunjung yang beradab ketika berada di tempat yang disakralkan.

Kami berdua menyukai tamasya, karena perjalanan saya dan Panda ketika bertamasya membuat lafadz dzikir memuji keagunganNya lebih mudah diucapkan. Menyadari betapa kecilnya kami akan ciptaanNya. Bersyukur dan memuliakan asmaNya atas mahakarya alam semesta ciptaanNya. Perjalanan kami belum berakhir, masih panjang perjalanan yang harus ditempuh, selalu bersyukur adalah kunci dari bahagia. Terima kasih mengizinkanku berbagi cerita bahagia tentang sebuah tempat yang layak disebut Negeri Kayangan, Dieng.


Selagi masih bisa dan diberi kesempatan, sesekali rencanakanlah mengunjungi Negeri Kayangan Dieng. Pesonanya harus kita jaga dan lestarikan, supaya kawasan Dataran Tinggi Dieng tetap bisa menjadi tempat yang bisa dinikmati sampai generasi-generasi berikutnya. Semoga Dieng selau terjaga keasriannya dan menjadi tempat terbaik untuk bersyukur atas mahakaryaNya.

3 comments

  1. wah udah lama banget aku gak wisata, semoga pandemi ini cepat berakhir agar kita bisa beraktivitas normal ya :')

    ReplyDelete
  2. Mau juga kesini...tapi paling di kawasan kawahnya + candi dulu aja... Lha ada bocah. Bingung klo ga pada kuat jalan klo ke Si Kunirnya..

    Nanti, segera setelah korona terkendali. Ini masih was2 mau pergi agak jauhan. Ini semenjak Corona cuma di jogja2 aja :-D

    Makasih mba info lengkapnya...

    ReplyDelete
  3. Wah jadi kangen liat sun rise, cuma pernah liat waktu di bromo. Ini pendakiannya itu bener bener mendaki gunung , atau ada tangga gitu yaa kayak di bromo?

    Seneng deh kalo sepasang manusia sama sama suka jalan jalan gini :D jadi kompak yaah tiap kemanapun

    ReplyDelete

Terima kasih sudah meninggalkan jejak komentar di www.tamasyaku.com. Fast response, silahkan email ke suryani19ep@gmail.com ya. Mohon maaf untuk moderasi komentarnya. Salam, Manda